Zakat mengajarkan pada setiap kaum muslimin bahwa perbedaan dalam hal
rizki merupakan taqdir Allah yang Maha Bijaksana. Ia mengetahui bahwa hal itu
ditetapkan oleh Allah yang Maha Mengetahui agar manusia menjalani kehidupan ini
dengan saling tolong menolong dan saling memberikan jasa. Dalam alqur`an Allah
berfirman"Allah meluaskan rizki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia
kehendaki." (Ar Ra'd:26)
"Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat
Tuhanmu? Kami telah menentukan antara kehidupan mereka dalam kehidupan dunia,
dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lainnya beberapa
derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan
rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan." (Az-Zukhruf:
32)
Mukmin yang tulus ikhlas meyakini bahwa apa yang diperolehnya merupakan
karunia dari Allah, bukan karena kemampuan dan ilmunya sendiri, seperti yang
pernah dikatakan oleh Qarun, "Sesungguhnya aku diberi karena ilmu yang
kumiliki".
Mukmin yang tulus ikhlas dengan rizki yang telah dibagikan oleh Allah
untuk dirinya. Sebab Allah Maha Mengetahui dan Maha Teliti dengan
hamba-hambanya: "Dan jika Allah melapangkan rizki kepada hamba-hamba-Nya
tentulah maka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa
yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan)
hamba-haamba-Nya lagi Maha Melihat." (Asy Syura: 27)
Zakat mendidik pelakunya (orang yang
beriman) untuk percaya kepada Allah secara mutlak dan lebih percaya dengan apa
yang berada di sisi Allah dari pada apa yang ada dalam genggamannya. Sebab
secara lahir, zakat berarti mengambil atau mengurangi harta, akan tetapi orang
yang mengeluarkan zakat menyakini yang sebaliknya. Berbeda dengan riba yang
nampaknya menambah harta tetapi pada hakikatnya merusak dan menghanguskan
harta. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT: "Dan sesuatu riba
(tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba
itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat kamu
maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah
orang-orang yang berlipat ganda (pahalanya)." (Ar Ruum: 39)
Disamping itu orang yang melakukan riba dan tidak mau meninggalkannya,
diancam dengan peperangan dari Allah dan Rasul-Nya. Zakat mendorong kaum
muslimin untuk mengembangakan harta mereka hingga bermanfaat bagi sesama. Ini
dapat menambah kekuatan Islam dan kaum muslimin serta dapat mendorong mereka
untuk memakmurkan bumi, memberdayakan nikmat-nikmat Allah, dan tidak
mengizinkan orang lain menguasai perekonomian mereka. Orang-orang yang beriman
menjadikan harta sebagai tolak ukur; mereka menghormati manusia seukuran dengan
harta yang dimiliki, walaupun mereka sesat dan merusak.
Sementara orang-orang mukmin memiliki tolak ukur tersendiri, yaitu,
tolak ukur rabbani (keimanan kepada Allah). "Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling taqwa
diantara kalian." (Al Hujurat: 13)
Mereka menundukkan harta sesuai dengan proporsinya; yaitu sebagai
kekayaan yang sementara, bukan sebagai pilar kepribadian seseorang. Orang-orang
yang tidak beriman sangat bergembira ketika harta kekayaan dunia datang
kepadanya, padahal mungkin saja kedatangan harta itu membuat mereka binasa dan
durhaka. Mereka sangat bersedih ketika harta meninggalkannya, bahkan terkadang
dapat mengantar mereka untuk melakukan bunuh diri.
Adapun orang-orang yang beriman, kondisinya tidak jauh berbeda antara
mendapat atau ditinggalkan harta; tidak terlalu bergembira saat kedatangan
harta dan tidak berkeluh kesah atau berputus asa bila tidak mendapatkan harta.
Mereka yakin bahwa semua itu taqdir dari Allah, dan seluruh taqdir Allah adalah
baik untuknya. Kegembiraan orang yang beriman muncul ketika mendapat karunia,
rahmat, taufiq dan hidayah dari Allah SWT: "Katakanlah; "Dengan karunia
Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan
rahmat-Nya itu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan." (Yunus: 58)
Harta bisa menjadi sarana untuk memperoleh kebaikan dan pahala yang
besar, bila dikumpulkan dengan cara halal, diinfaqkan fii sabilillah dan
hak-hak Allah padanya ditunaikan. Sebaliknya ia juga bisa menjadi sarana
kejahatan dan mengundang murka Allah serta azab-Nya di akhirat, bila dicari
dengan cara yang tidak halal dan hak-hak Allah padanya tidak ditunaikan.
Orang yang sangat mencintai harta, mengumpulkannya dan menyimpannya
adalah orang yang salah jalan. Sebab penjagaan harta yang sesungguhnya adalah
dengan membelanjakannya di jalan Allah dan mengembangkannya di jalan yang sama.
Allah Swt. Berfirman: "Perumpamaan (nafkah dikeluarkan oleh) orang-orang
yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih
yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat
gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas
(karunian-Nya) lagi Maha Mengetahui." (Al Baqarah: 261)