Di pembahasan bab ilmu tersebut, Al Ghozali menyajikan tujuh rincian
pembahasan, lebih detailnya sebagai berikut:
“Bab pertama : Tentang kelebihan ilmu, kelebihan mengajar dan
belajar. Bab kedua: Tentang llmu-ilmu
yang fardlu-‘ain dan yang fardlu-kifayah,menerangkan batas ilmu
fiqhi, memperkatakan ilmu agama,penjelasan ilmu akhirat dan ilmu dunia. Bab
ketiga: Tentang apa, yang dihitung oleh orang awwam, termasuk
sebahagian dari ilmu agama, pada hal tidak. Juga menerangkan jenis ilmu yang
tercela dan kadarnya. Bab keempat: Tentang bahaya perdebatan
dan menyebabkan kesibukan manusia dengan berselisih dan bertengkar. Bab
kelima : Tentang adab pengajar dan pelajar. Bab keenam: Tentang
bahaya ilmu, ulama dan tanda-tanda yang membedakan antara ulama dunia dan ulama
akhirat. Bab ketujuh: Tentang akal, kelebihan akal,
bahagian-bahagian akal dan hadits-hadits yang membicarakan tentang akal.”
Pembahasan pokok bab pertama dari kitab ilmu (bab ilmu) yang telah
terlaksana dengan baik pada kesempatan kajian malam senin tersebut (27/11/2016)
adalah bahwa Al Ghozali terlebih dahulu mengutip secara runtut dari Al-Qur’an,
Hadits dan Atsar-atsar.
Terdapat 15 ayat Al-Qur’an yang dikutip dan dijadikan dalil-dalil tentang
keutamaan ilmu oleh Al-Ghazali adalah sebagai berikut:
- Ali
Imrân [3]
ayat 18)
- Al-Mujâdalah [58] ayat 11
- Az-Zumar [39]ayat 9
- Fathir [35] ayat 28
- Ar-Rahmân [55] ayat 3-4
- Al-‘Ankabŭt [29] ayat 49
- Al-A’râf [7] ayat 7
- Al-A’râf [7] ayat 52
- Al-A’râf [7] ayat 26
- An-Nisâ’ [4] ayat 83
- An-Nisâ’[4] ayat 83
- Al-Ankabŭt [29] ayat 43
- Al-Qashâsh [28] ayat 80
- An-Naml [27] ayat 40
- Ar-Ra’d [13] ayat 43
Untuk menguatkan dalil-dalil di atas Al Ghazali juga menambahkan
banyak dalil-dalil dari Hadits-haditsdan Atsar-atsar (ucapan
para pendahulu) yang kesemuanya membicarakan tentang kemuliaan
keutamaan-keutamaan ilmu.
Namun ada satu hadits yang menjadi pembahasan menarik bagi para peserta
kajian saat itu yakni tentang hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abdil-Birri
dan Abu Na’im dari Ibnu Abbas yang menyinggung tentang baiknya umat dan
rusaknya umat tergantung dari para pemimpin dan para ahli fiqihnya.
Hadits ini menjadi menarik dibahas saat itu karena sepertinya hadits
tersebut dianggap sedang relevan dengan peristiwa-peristiwa kepemerintahan dan
reputasi para ulama yang sedang terjadi di Indonesia.
Hadits selengkapnya adalah sebagai berikut:
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم:
صنفان من أمتي إذا صلحوا صلح الناس وإذا فسدوا فسد الناس الأمراء والفقهاء
Shinfaani min ummatii idzaa shaluhuu shaluhan naasu wa idzaa fasaduu
fasadan naasu, al-umaraa-u wal fuqahaa-u.
Artinya :“Dua golongan dari ummatku apabila baik niscaya baiklah manusia
semuanya dan apabila rusak niscaya rusaklah manusia seluruhnya yaitu Amir-amir
dan ahli-ahli fiqih”.
Dalam diskusi malam itu muncul sebuah pertanyaan, sebenarnya apa definisi
dari amir dan fuqaha’ itu sehingga menjadi sosok
yang begitu menentukan nasib suatu bangsa dan umat manusia secara umum.
Silahkan direnungkan !
sumber: http://kabsorong.nu.or.id/dalil-dalil-keutamaan-ilmu-dalam-kitab-ihya-ulumiddin-nu-online-2/