Narkoba, dan segala bius lainnya menjadi candu yang mematikan
generasi umat manusia. Bahkan dicurigai, AIDS yang sedang menjalar bukannya
dari virus kera atau penularan jarum belaka, tetapi dari konsumen Narkoba
sangat rentan terhadap AIDS.
Kini jalan Tol menuju neraka, terbuka lebar-lebar. Ada yang jurusan
jahanam, ada juga jurusan neraka sa'ir, ada pula jurusan-jurusan yang sesuai
dengan minat dan bakat sifat syaithaniyah manusia. Begitu juga jalan Tol menuju
syurga juga terbuka seluas-luasnya. Ada jalan Tol menuju Firdaus, ada jurusan
Aden, ada juga Jannatun Na'im, dan syurga-syura lainnya.
Sesungguhnya anda yang bernarkoba, berekstasi, tidak lebih bahwa
manusia hanyalah bayangan lemah, loyo, penuh keputus-asaan dan frustrasi, penuh
dengan lenguhan dan tidak tahu diri. Manusia adalah makhluk yang sangat jarang
berterimakasih kepada Tuhan. Lalu, di tengah-tengah kealpaan dan keliaran
nafsunya itu, anda mencari syurga yang dibangun oleh imajinasi dan khayalan
semu: Syurga yang bisa ditempuh lewat jalan pendek yang buntu, jalan gelap yang
mengerikan: Narkoba.
Politik kita, sistem, kekuasaan kita, dan provokator kita juga
sedang melakukan ekstasi firaunisme, namrudisme, diktatorisme, dengan
memanjakan diri dalam nafsu maniak kuasa yang berbuih bagai pemabuk. Ya, bangsa
kita sedang kepayang oleh janji, ketidakpastian, lalu eskapisme-eskapisme semu
dijadikan saluran publik untuk meneguhkan demagog kebinatangan. Inilah situasi
paling menjijikkan sepanjang sejarah kita.
Anda yang di Jakarta atau di kota-kota besar, atau bahkan di
kota-kota anda sendiri, apakah anda tidak merasakan betapa nafsu anda seperti
buih dalam botol bir yang dikocok? Apakah anda membiarkan anda seperti binatang
liar yang menjilat dengan dengusan yang begitu hewany? Apakah anda tidak
merasakan betapa anda sedang dihina Tuhan hari ini?
Padahal kaum sufi sudah menyodorkan sebuah konsep tentang ekstasi,
trans, dan jadzab, dimana kenikmatan spiritual ternyata melebihi bayangan kita
tentang syurga sekali pun. Kenikmatan ruhani dibalik interaksi kita dengan
Allah, ternyata telah membuka pintu-pintu kelezatan yang tak terperi, bahkan
lebih dari apa yang kita sebut tentang nikmat dan lezat itu sendiri.
Banyak para Sufi mengalami ekstasi, akibat mabuk ruhani, yang
diadakan dalam sebuah pesta dzikir. Lalu gelas-gelas Mahabbatullah diedarkan
oleh Tangan-tangan Suci, lalu mereka menegak dengan nafas kemesraan dan
keagungan yang dahsyat. Lalu pekik yang luar biasa terdengar dari mulut jiwa
mereka: Allahu Akbar!
Tetapi para Sufi melarang bergaya seperti para pemabuk bir atau
pembius Narkoba itu. Para Sufi melarang mereka yang berusaha Mabuk Ilahi,
berusaha berekstasy dalam ruhani. Itu dilarang. Sebab keinginan untuk
berekstasy secara ruhani adalah keinginan nafsu. Dan itu akan menjadi hijab
antara hamba dengan Allah.
Rasa ekstasy dalam Mabuk Ilahi, bukan direncanakan atau direkayasa.
tetapi adalah akibat-akibat yang muncul dari Cahaya intensitas kondisi ruhani
yang permanen bersama Allah itu sendiri.
Karena itu anda juga jangan mencari kenikmatan-kenimatan dzikir,
sebab kenikmatan dzikir bukan tujuan dzikir, tetapi akibat dari mekanika dzikir
yang bergerak secara dinamik.